Hari Perempuan Sedunia berbeda dengan Hari Ibu. Hari Perempuan memiliki konteks yang lebih luas. Ia melingkupi seluruh spektrum kehidupan seorang yang disebut perempuan. Mulai dari usia muda hingga lanjut usia. Mulai dari anak-anak, remaja, yang menikah dan belum menikah hingga usia senja. Sedangkan hari ibu lebih fokus pada perempuan yang sudah menikah. Mereka yang menyandang predikat sebagai ibu.
Dalam konteks perayaan hari perempuan sedunia ini kita ingin menggarisbawahi beberapa hal seputar keperempuanan. Dalam konteks sejarah, Hari Perempuan Sedunia dirayakan atas perjuangan kaum perempuan yang berabad-abad lamanya dalam mencari persamaan hak dengan kaum pria.
Rasanya wajar. Selama ini sistem patrilineal begitu jauh mengesampingkan peran mereka. Semua pengambilan keputusan dilakukan oleh kaum lelaki. Begitu timpang dan ternyata jarak persamaan hak dengan mereka begitu jauh. Sungguh timpang. Ibarat langit dan bumi.
Karena itu tak salah bila perjuangan itu terus dikobarkan. Digelorakan. Pikiran bahwa kaum perempuan hanya bergerak di sektor domestik harus dihilangkan. Kita harus buang jauh-jauh karena zaman sudah berubah.
Pria dan wanita, suami dan istri memiliki hak dan tanggung jawab yang sama terhadap rumah tangga. Pria dan wanita hanya dibedakan oleh sifat-sifat kodrati. Kaum perempuan dikodratkan untuk (bila menikah) mengandung, melahirkan dan menyusui anak.
Bila ditelaah lebih jauh, ternyata alasan bahwa kaum perempuan memiliki banyak kelemahan sulit dibuktikan. Kaum perempuan memiliki banyak keunggulan, seperti ketenangan, kematangan, kesabaran dan rasa kasih sayang.
Di banyak aspek, kaum perempuan justeru memiliki kemampuan dan kapasitas lebih dibandingkan kaum pria. Sifat penuh kesabaran dan ketelatenan yang ditunjukkan kaum perempuan justru menunjukkan bahwa ia memiliki kecerdasan dan kematangan emosional yang tak diragukan. Itu artinya secara inteligensia kaum perempuan sangat bisa diandalkan untuk menangani persoalan-persoalan sosial kemasyarakatan.
Hanya persoalannya bahwa selama ini kita terbawa patron bahwa kaum pria lebih hebat dan kuat; asumsi yang menafikkan kelebihan dan kemampuan kaum perempuan. Di negara-negara barat, kerapkali kaum perempuan melakukan aksi demo sembari menyerukan untuk tak berhubungan seks dengan kaum lelaki bila hak-haknya tak diperhatikan.
Memang tekanan seperti ini patut dilakukan. Ketika semua cara sudah dilakukan, namun tak membuahkan hasil. Sebab kita mengetahui bahwa salah satu sikap dasar manusia adalah ego. Menang sendiri.
Kita juga dapat menyaksikan keegoan itu pada berbagai sektor. Pemerintah kita kerapkali masa bodoh dengan aksi protes yang dilakukan oleh elemen-elemen masyarakat. Ketika tindakan destruktif dilakukan, maka di sanalah muncul kompromi. Ada jalan keluar. Jadi seakan-akan perlu ada tindakan kekerasan barulah ada penyelesaian persoalan atau tuntutan.
Kaum perempuan pun barangkali patut melakukan hal- hal seperti ini ketika segala aspirasinya tak mendapat apresiasi positif. Hanya saja butuh kekompakan. Kita sungguh yakin ketika mereka sehati dalam memperjuangkan hak-haknya, maka akan membuahkan hasil.
Pertama, karena dari segi jumlah kaum perempuan jauh lebih banyak. Kedua, siapa pun meski aparat sekali pun akan sulit membendung kekuatan perempuan yang sungguh kita yakini jauh lebih dasyat.
Memang kita harus mengakui bahwa perjuangan ke arah sana berat. Tetapi yang namanya perjuangan membutuhkan waktu serta bagaimana upaya memberi keyakinan tentang perubahan itu. Kita juga yakin bahwa tuntutan persamaan hak dengan kaum lelaki tak akan mengurangi peran kaum perempuan sebagai ibu dari anak-anak dan istri.
Tetapi, kita mau mengatakan bahwa perubahan itu mulai menyata. Kini begitu banyak kaum perempuan yang diberi peran dalam berbagai sektor kehidupan. Sesuatu yang ditabukan di masa lampau. Ini menunjukkan bahwa perjuangan itu mulai membuahkan hasil. Selamat Hari Perempuan Sedunia